Inforohil.com, Bangko Pusako – Pemilihan Kepala daerah secara serentak hanya tinggal menghitung jari saja lagi, karena sudah berada tepat di depan mata kita tepatnya Hari Rabu, tanggal 27 Juni 2018 dari Pukul 07.00-13.00 WIB yang diikuti oleh 171 Daerah di Indonesia.
Dalam proses Pemilukada ini perlu kerjasama semua stakeholder dalam mensusukseskannya, agar nantinya lahirlah pemimpin yang secara suara mayoritas dalam konteks negara demokrasi pemimpin yang menjadi harapan serta hati nurani rakyat.
Demokrasi menurut Abraham Lincoln adalah Kekuasaan yang berasal dari, oleh, dan untuk rakyat itu sendiri yang berasal dari suara mayoritas atau suara terbanyak. Dalam hal ini demokrasi merupakan suatu alat, bukan lah menjadi tujuan negara.
Selama ini kita selalu salah dalam mengartikan demokrasi. Demokrasi kita pada hari ini hanya sebatas demokrasi Prosedural semata, bukan demokrasi substantif. Dimana Momen Pemilu hanyalah sebagai aspek elektoral semata, demokrasi yang kita jalani pada saat ini tak ubahnya hanya senarai ritual saja yang menggambarkan orang memilih orang, bukanlah berfokus pada perjuangkan pada keadilan serta kesejahteraan masyarakatnya.
Sehingga sesuai dengan pandangan yang di kemukakan oleh Robert Dahl pada konsep demokrasi kita saat ini hanyalah pada pemenuhan aspek prosedural semata, dalam demokrasi inilah yang di kelompokkan sebagai demokrasi Poliarkis/ demokrasi gagal. Senada dengan ini, Rouseau juga mengungkapkan bahwa demokrasi kita merupakan Demokrasi Ochlocrasy yaitu demokrasi secara esensinya yang belum terpenuhi.
Pada saat momen pilkada ini setidaknya politik yang di jalankan oleh elite/penguasa seharusnya sesuai dengan konsep yang di sampaikan peter merki yaitu “Politik dalam hal yang sebaik-baiknya adalah memperbaiki tatanan kehidupan sosial yang baik dan berkeadilan”. Bukanlah politik praktis yang hanya berfikir secara pragmatis yang cenderung menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Pada saat momen Pilkada dimanapun di seluruh wilayah indonesia ini, penulis berpandangan bahwa Pilkada kita hanya penuh dengan Euvoria semata, tetapi Miskin makna. Dengan sistem yang ada pada saat ini Berdasarkan UU No 10 Tahun 2016 tentang kepala Daerah dimana di dalam nya Calon Kepala daerah di usung melalui Partai Politik dan Jalur Independent.
Jika melalui Partai Politik Maka Secara Presidential Tresholdnya atau ambang batas nya harus mencapai 20% dari perolehan yang di dapat dari Beberapa Partai yang ada. jika tidak mencapai 20% maka tidak bisa Di Calonkan. Sedangkan dari jalur perindividu atau independent sangat menyulitkan nya karena harus mengumpulkan Ribuan Jumlah KTP Pendukung yang penulis pikir hal ini agak mustahil dilakukan.
Dengan sistem yang telah ada, sehingga hal inilah yang menjadikan momen Pilkada tersebut hingga memakan ongkos politik yang sangat besar. Mulai dari Biaya Pembelian Perahu, Biaya pengumpulan KTP (Jalur Independent), Biaya Survei Elektabilitas, Biaya Kampanye, Saksi TPS, Biaya Pembuatan Baliho dan Spanduk, Biaya Iklan Media cetak maupun elektronik, Biaya Operasional Timses, Biaya Paket Bantuan serta Biaya Sengketa Pasca Pilkada.
Dengan Ongkos Politik yang sangat begitu besar di keluarkan oleh Paslon pada perhelatan Pilkada secara langsung, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Rahmat Hollyson bahwa ongkos Politik Pilkada langsung merupakan investasi yang akan dikembalikan setelah terpilihnya menjadi kepala daerah, maka pada saat itulah proses pengembalian ongkos politik yang telah dikeluarkan untuk di dapatkan kembali baik melalui jalan pintas (Korupsi) maupun jalan lainnya.
Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa sistem pemilihan kepala daerah secara langsung pada saat ini dengan memakan ongkos yang begitu besar, sehingga sudah menjadi suatu kepastian ketika ia nantinya sesudah terpilih, maka sudah Otomatis ia akan mencoba mengembalikan ongkos yang telah ia keluarkan pada saat Kampanye.
Memang tidak semua pemimpin yang terpilih lantas melakukan korupsi begitu saja demi mengembalikan modal yang telah ia keluarkan pada saat kampanye. Tetapi kebanyakan dari pemimpin yang ada, ketika terpilih ia menjadikan korupsi sebagai investasi dalam mengembalikan modal kampanye yang telah ia keluarkan.
Oleh karena itulah korupsi di negara kita Indonesia ini sangat sulit untuk dimusnahkan. Akan tetapi untuk menjawab hal ini, penulis memiliki sebuah solusi dalam hal edukasi/ pendidikan politik terhadap masyarakat pada saat memilih.
Pertama” silahkan lihat terlebih dahulu bagaimana Track Record atau rekam jejak Paslon tersebut, apakah ia pernah menjabat sebagai kepala daerah, kira-kira bagaimana kah daerah yang ia pimpin tersebut majukah atau sebaliknya”.
Kedua” ketika ia menjadi Anggota Dewan, baik yang duduk di DPR RI, DPRD Prov maupun DPRD Kab/Kota kira-kira bagaimana daerah pemilihan nya, konstituen atau masyarakat pemilihnya Merasa terbantu tidak dengan kehadiran nya di Parlemen, jika terbantu maka pantas lah untuk dipilih.
Ketiga “ketika Ia berasal dari masyarakat sipil bagaimana keseharian nya dalam bermasyarakat, jika baik dan benar dalam keseharinnya di lingkungan masyarakat maka pantas untuk kita pilih”.
Di samping itu, dalam memilih Paslon pada Pilkada ini terlebih dahulu lihatlah bagaimana keseharian nya dalam melaksanakan kehidupan sosial ditengah-tengah masyarakat . bagaimana tingkat keimanan dan ketaqwaan nya juga menjadi tolok ukur pada saat kita memilih. bukanlah pemimpin yang hanya penuh dengan pencitraan belaka yang tak abadi adanya, hanyalah rekayasa semata.
Karena khusus nya bagi kita umat islam, memilih pemimpin bukan hanya sekedar Mencoblos semata, melainkan nantinya akan kita persaksikan, pertanggungjawabkan di hadapan allah swt atas pemimpin yang telah kita pilih. Oleh karena itu pilihlah pemimpin yang Cerdas, Realigius serta dekat dengan Masyarakat “Bagi muslim/h di anjurkan untuk sholat istiqhoroh terlebih dahulu”.
Disamping itu, penulis juga akan menjabarkan sedikit Konflik-Konflik yang akan berpotensi terjadi pada saat Pilkada berlangsung. Seperti masalah kesalahan dalam Akurasi DPT, masalah dalam penggunaan anggaran dan fasilitas negara terutama oleh incumbent, praktik kampanye negatif, Netralitas PNS, Praktik Money Politik, mencuri start kampanye, manipulasi hasil pemilihan suara, terbatasnya jumlah saksi-saksi di TPS, keberpihakan KPUD dan Bawaslu kepada salah satu calon peserta, dan sosialisasi Pemilu yang belum maksimal.
Hal ini tentunya penulis sampaikan kepada masyarakat agar dapat sama-sama kita awasi secara masif dan Berkesinambungan agar dapat di lakukan tindakan-tindakan Preventif dan Represif pada saat pilkada bergulir.
Mengenai Praktik Money Politik atau Politik uang sebenarnya sudah menjadi suatu kebiasaan dalam tiap-tiap Pemilu yang ada. Baik yang secara terang-terangan maupun secara tersembunyi. Akan tetapi, setelah dikeluarkan nya UU No 10 Tahun 2016 Revisi dari UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, tepatnya pada pasal 187 Poin A-D yang pada intinya sanksi diberikan kepada Yang memberi dan Penerima sama yaitu Berupa Sanksi Pidana Minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Sebagai buktinya konkretnya, telah terjadi di kabupaten Bengkalis dimana terciduknya oknum anggota DPRD Kab Bengkalis Oleh Bawaslu pada masa resses di tetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan money politik dengan memberikan uang sebesar Rp. 50 Ribu beserta baju kaos. Dengan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan di atas.
Dengan contoh kasus money politik yang penulis jabarkan di atas, Hal ini tentunya harus diketahui oleh masyarakat secara umum, agar tidak terjebak pada sesuatu yang sangat merugikan dirinya secara pribadi.
Di samping itu bagi kita yang beragama Islam, ada sebuah hadits riwayat sohih yang berbunyi “ Wara’si Murtas’yi Finnar” artinya yang menyogok dan yang di sogok nerakalah tempatnya. semoga Hal ini tentunya membuat kita berfikir kembali jika sebagai timses maupun pendukung dalam memberi maupun menerima Money Politik yang ada.
Karena menurut hemat penulis jika yang diberikan itu hanya 100/200 hingga 500 ribu persuara, jika kita bagikan selama 5 tahun / 1 periode pada masa jabatan nya sangat lah kecil jumlahnya. Begitu Murahkah suara kita sebagai masyarakat. Tentu tidak.
Disamping Money politik di atas, kasus-kasus yang pada umumnya terjadi dan menjadi perhatian kita bersama adalah mengenai Netralitas ASN. Dimana di dalam UU Tentang ASN No 5 Tahun 2014 mengamanahkan bahwa sikap ASN pada saat Pemilukada Berlangsung harus Netral, hal ini juga senada dengan Surat Edaran yang Berisi Larangan bagi ASN yang di buat oleh KEMENPAN RB No:SE/08.A/M.PAN/5/2005.
Secara normatifnya maka mengacu pada regulasi, akan tetapi secara empiriknya pada saat pemilukada berlangsung ASN yang ada selalu merasa dilematis bagaikan buah simalakama karena ketika memberikan dukungan pada paslon A mati ayah, sedangkan jika memberikan dukungan pada paslon B mati ibu, dan jika tidak memberikan dukungan sama sekali maka mati kedua-duanya.
Hal pahit inilah yang akan diterima ASN pasca Pilkada Berlangsung atau dikenal dengan Pengadilan ASN. Menurut hemat penulis seharusnya ada sesuatu regulasi yang dibuat agar ASN yang ada terlindungi oleh pengadilan pasca pilkada tersebut, sehingga tidak adanya mutasi besar-besaran ketika kepala daerah tersebut tergantikan atau tidak.
Menurut hemat penulis, Akan lebih baiknya lagi ASN yang ada bersifat netral tanpa termakan intervensi yang pada umumnya biasa dilakukan oleh incumbent. Karena pada saat memilih tersebut pilih lah pemimpin secara rasional dan cerdas karena pada saat kita memilih hanya kitalah dan tuhan yang tau siapa yang kita pilih.
Dan sudah pasti nantinya akan kita pertanggungjawabkan dihadapan nya. Dan dalam waktu 2-3 menit kita berada di TPS, jika kita salah dalam menentukan pilihan, maka dampaknya akan sangat lama hingga 5 tahun yang akan datang.
Petuah dalam Memilih Menurut Syaikh Yusuf Qardhawi ada 3 Cara dalam Memilih:
1.Jika Semuanya baik, maka pilihlah yang paling banyak kebaikan nya.
2.Jika ada yang baik dan ada yang buryk, pilihlah yang baik.
3.Dan jika semuanya buruk, maka pilihlah yang paling sedikit keburukan nya.
Jadi oleh karena itulah, penulis memberikan sedikit edukasi politik kepada masyarakat semoga bermanfaat bagi pembaca . harapan penulis dalam Hal ini agar masyarakat dalam memilih lebih cerdas dan rasional. Di samping itu, marilah sama-sama kita awasi berlangsung nya Pilkada ini dari awal hingga akhir dengan baik dan benar, Agar nantinya kita dapatkan pemimpin sesuai dengan keinginan masyarakat pada umumnya. Menuju Provinsi Riau yang Maju dan Gemilang.
Penulis Ingatkan Kembali !!!
Jangan lupa Pada Hari Rabu, Tepatnya pada Tanggal 27 Juni 2018 luangkan waktu saudara beberapa menit saja, dari Pukul 07.00-13.00 WIB Hadir dan datanglah ke TPS, gunakan Hak Pilih saudara-saudara sekalian dengan baik. Sesungguhnya Golput Bukan Lah Menjadi Pilihan yang baik dalam Negara Demokrasi.
Oleh Vicky Nanda Putra
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fisip Universitas Riau
Jangan Lupa Tinggalkan Komentar dan Share Artikel Ini. Tks