Oleh: Wendi Efredi (Gubernur Mahasiswa FISIPOL UIR)
PADA sepekan terkakhir terjadi polemik tentang pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan baku pembuatan minyak goreng oleh presiden, yang dimana kebijakan tersebut langsung berdampak pada harga jual TBS terkhususnya di riau, dimana harga jual menurun drastis Menjadi Rp. 1.800, penurunan yang drastis ini akan sangat berdampak pada perekonomian masyarakat yang terkhususnya Riau.
Dari beberapa artikel dan informasi yang saya baca pelarangan itu hanya berlaku pada RBP palm olein dan minyak goreng, namun CPO (crude palm oil) tidak ada pelarangan atau pembatasan sebagaimana di sampaikan oleh PLT Dirjen perkebunan Ir. Ali Jamil M.P., Ph. D
Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau, KH Suher.
spekulan TBS dan spekulan CPO sudah bermain dengan menyebarkan WA-WA pembelian TBS Petani untuk hari ini dan besok dengan harga yang sangat rendah. diketahui hampir semua PKS dari Sabang-Merauke sudah menurunkan pembelian TBS petani 20-40%. Mirisnya lagi ada beberapa PKS yang sudah membuat pengumuman bahwa untuk beberapa hari kedepan tidak menerima TBS (tutup). Ketika ditanyakan ke beberapa PKS yang akan tutup tersebut, alasan para Manager PKS tersebut hampir sama yaitu, takut CPO produksi mereka tidak ada yang membeli dan tanki CPO akan penuh atau kalaupun ada yang membeli dengan harga jauh dibawah modal belanja TBS.
Disini seperti ada dugaan permainan atau penetapan harga yang dilakukan oleh perusahaan maupun PKS secara sepihak yang dimana mekanisme penetapan harga TBS tidak sesuai dengan Pergubri nomor 77 Tahun 2020 Tentang Tata Cara penetapan harga Pembelian TBS kelapa sawit TBS.
Dan untuk gubernur/kepala dinas yang membidangi perkebunan terkhususnya di provinsi riau, untuk segera mengawal serta memberi tindakan tegas agar proses penetapan harga TBS diprovinsi riau sesuai dengan pergub nomor 77 tahun 2020 Tentang Tata Cara penetapan harga Pembelian TBS kelapa sawit agar perusahaan maupun PKS tidak sepihak dalam menetapkan harga TBS petani sawit.