Kondisi ‘barak’ pekerja perkebunan kelapa sawit ‘Ayam Mas’. (Foto: istimewa)
Inforohil.com, Bagan Batu – Perkebunan kelapa sawit diduga tidak berbadan hukum namun menguasai kurang lebih 300an hektare lahan di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) tepatnya di Kepenghuluan Bukit Mas Kecamatan Simpang Kanan, dikenal dengan nama ‘Ayam Mas’ ini diduga membayar upah dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan bahkan tanpa jaminan kesehatan atau kecelakaan BPJS.
Update: Terkait Upah dan BPJS Buruh Kebun Ayam Mas, Disnaker Rohil Jangan ‘Main Mata’
Baca juga: Upah Buruh Sawit Dibawah UMK dan Tidak Terdaftar BPJS, Dapat Sorotan
Diketahui, Upah Minimum Kabupaten (UMK) Rokan Hilir (Rohil) pada tahun 2021 adalah sekitar Rp 2,9 juta dan UMK Rohil 2022 berkisar Rp 3 juta.
Salah satu mantan buruh, Sobirin (59) yang semasa kerja menjabat Mandor Produksi di perkebunan Ayam Mas milik seseorang warga Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara itu membenarkan upah mereka rata-rata masih dibawah UMK dan tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan maupun kesehatan.
“Kalau sakit atau kecelakaan kerja, ya lapor ke kantor dan berobat ke Bidan Desa di Dusun Bukit Meranti,” ungkap Pak Sobirin sembari menceritakan anggota panen pernah tertimpa pelepah dan hanya berobat ke bidan desa saat bertemu awak media di Bagan Batu, Senin (07/02/2022) malam kemarin.
Pak Sobirin mengaku bahwa ia bekerja di perkebunan kelapa sawit tersebut sudah 8 tahun. Pada awal kerja, Pak Sobirin pertama kali menerima upah Rp 1 juta rupiah, dan pada tahun berikutnya naik Rp. 100.000 setiap tahun hingga pada 2021 mencapai Rp 1.800.000,- serta mendapat beras 30 Kg tanpa mendapat premi.
Pak Sobirin juga mengungkapkan bahwa ia berhenti bukan karena purnabakti diusianya yang senja, akan tetapi ia terpaksa mengundurkan diri lantaran pada Oktober 2021 ia akan dimutasi ke kebun lain di wilayah Pekanbaru.
Diusianya yang senja, tentu saja Pak Sobirin menolak dan lebih baik memilih berhenti bekerja daripada dimutasi ke kebun lain.
Pak Sobirin pun menandatangani surat pengunduran diri yang dibuat oleh kantor dan menerima pesangon sebesar Rp 6 juta dan dipotong pinjaman Rp 2 juta sehingga hanya menerima pesangon 4 juta.
Saat ini pak Sobirin tinggal di Kepenghuluan Bukit Mas, namun secara administrasi kependudukan, pak Sobirin berstatus warga Labusel.
“Alhamdulillah saya masih dipercaya warga Gundaling untuk bekerja di kebun pribadi, setidaknya bisa menyambung hidup untuk keluarga,” pungkasnya.
Hal senada juga dialami Pak Sukirman (50), ia mulai bekerja sebagai buruh harian lepas sejak awal Februari 2021 dan berhenti awal Februari 2022. Menurutnya, ia berhenti atas permintaan kantor karena usia senja dan mengalami cacat fisik pada bagian kakinya karena mengidap sakit Polio.
“Saat ini saya menumpang di rumah Pak Sobirin di Bukit Mas, belum tahu mau kerja apa,” lirih Pak Sukirman.
Selama bekerja, Pak Sukirman mengaku menerima upah harian sebesar Rp 42.000/Hari Kerja (HK) hingga batas waktu pukul 12.00 WIB dan mendapat lembur usai istirahat siang mendapat tambahan upah totalnya menjadi Rp. 70.000,-an perhari.
“Rata-rata sebulan mendapat gaji sekitar 2 jutaan, kabarnya saya berhenti dijanjikan mendapat pesangon, tapi belum tahu kapan dan berapa,” ungkapnya.
Dari kedua mantan karyawan itu, diketahui jumlah pekerja baik buruh harian lepas hingga staf kantor, totalnya berjumlah 50an orang.
Kabarnya, para pekerja yang masih bekerja sedang memperjuangkan upah agar sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Rokan Hilir.
Dari Pak Sobirin, awak media mengetahui rincian kasar upah yang diterima buruh diantaranya sebagai berikut;
Buruh panen kelapa sawit mendapat upah per tandan sebesar Rp 1.500,- upah mengutip berondolan Rp. 250,-/Kg, upah tunasan Rp. 3.000,-/pohon.
Upah mandor BHL (Buruh Harian Lepas) dari pagi hingga sore hari mendapat Rp. 70.000/HK, BHL wanita Rp. 35.000,- dan BHL Pria Rp. 42.000,-/HK hingga batas waktu pukul 12.00 wib, ditambah waktu lembur mulai pukul 13.00 wib hingga pukul 17.00 wib sesuai target pekerjaan yang pada umumnya bertambah Rp. 30.000,- hingga Rp. 42.000,-.
Selain pak Sobirin yang selama bekerja menjabat mandor produksi, mandor Produksi yang lain mendapat upah Rp. 84.000,-/hari sampai dengan pemanen selesai bekerja. Sedangkan mandor serba serbi yang menangani berbagai pekerjaan mendapat upah sebesar Rp 2.400.000,-/bulan.
Krani kantor mendapat upah Rp. 1.700.000,-/bulan, sedangkan upah ‘Centeng‘ sebesar Rp. 2.700.000,-/bulan dengan ketentuan 24 jam tanggungjawab kerja serta apabila kehilangan buah, akan didenda sesuai harga TBS di pabrik.
Untuk memverifikasi hal tersebut, awak media berupaya mengkonfirmasi Manager Ayam Mas, Dedi Saragih di nomor WhatsApp 0852-7697-×××× pada Selasa (08/02/2022), dari seberang sana ia mengatakan bahwa ia sedang di luar kota sehingga belum bisa menjelaskan terkait upah dan lainnya.
“Maaf sebelumnya pak. Saya pekerja juga di Ayam Mas, terkait upah dan lainya nanti saya bantu jelaskan. Saat ini saya sedang di luar kota,” jawabnya sembari mengirimkan foto berupa Kartu Tanda Anggota (KTA) Pers atas namanya dan menambahkan bahwa ia juga merupakan anggota Pers. (iloeng)