Inforohil.com, Bagan Sinembah – Meski peluang usaha rumah burung walet cukup menggiurkan bagi kalangan pengusaha menengah keatas, ternyata dibalik itu semua usaha itu cukup meresahkan warga masyarakat Bagan Batu, khususnya warga Simpang Nangka Kelurahan Bahtera Makmur Kota kecamatan Bagan Sinembah kabupaten Rokan Hilir (Rohil) akan suara dari rekaman kaset burung walet tersebut.
Salah satunya, H Kamaluddin Simbolon yang merasa resah dengan kicauan rekaman burung walet dan mengaku satu keluarga sulit tidur pada malam hari disebabkan suara tersebut. “Kami semua satu keluarga gak bisa tidur gara-gara suara burung walet itu. Sudah lama kami alami seperti ini,” kata pria yang akrab disapa H Buyung tersebut kepada wartawan, Selasa (18/9).
Dijelaskannya, keberadaan rumah atau gedung sarang burung walet di Simpang Nangka, khsususnya di jalan Lintas Riau-Sumut KM 3, menurutnya tidak ada manfaat sama sekali kepada warga. Yang ada, lanjutnya, hanya kebisingan yang dialami warga.
“Sarang walet itu tidak jauh dari rumah saya, di belakang Express (toko) elpiji KM 3 Bagan Batu, dekat pos polisi kehutanan. Memang ada sebagian yang rekaman suara walet otomatis mati saat jam 6 petang,” jelasnya, bahkan, ia mengancam akan melaporkan ke Polisi jika saat jam-jam tertentu, misalnya malam hari, rekaman itu tidak juga dimatikan.
Lebih jauh, H Buyung sangat mengesalkan rekaman suara burung walet tersebut. Pasalnya, sarang burung walet tersebut berada ditengah-tengah pemukiman warga.
“Ini bukan hutan, sangat mengganggu sekali, luar biasa ini. Udah sekian lama kami dengar dan kami tidur di (rumah) belakang ini sangat mengganggu. Inilah yang dialami warga Simpang Nangka di belakang ini, mungkin karena mereka tidak tahu bagaimana cara melaporkan, makanya diam saja dulu gitu,” paparnya.
“Apa kita harus anarkis lebih dulu baru mereka (pemilik sarang walet, red) bisa menghargai sama lingkungan? Ini suaranya 24 jam, kalau di hutan, jangankan 24 jam, 100 jam per 1 hari nggak jadi masalah, yang dengar ini kan masyarakat, tentu sangat mengganggu,” ujarnya.
Bahkan ia sempat menyayangkan terkait pengaturan volume suara Adzan yang dipersoalkan yang ia ketahui dari pemberitahuan dibeberapa media online nasional. “Seharusnya, suara rekaman burung walet ini yang perlu diatur Regulasinya, jangan Adzan yang dipersoalkan,” imbuhnya.
Untuk itu, ia berharap kepada pemerintah, dalam hal ini pemerintah kabupaten Rokan Hilir agar bertindak atas suara rekaman burung walet, khususnya yang berada di lingkungan pemukiman masyarakat. “Saya pribadi, ya berharap pemerintah bisa bertindak atas hal tersebut, dan kalau bisa, pemiliknya juga perasaan lah, kalau jam-jam istirahat atau jam 6 petang, rekaman dinonaktifkan lah, saya pun tidak ingin hal itu sampai berdampak terhadap penghasilan orang lain, tapi kalau tidak juga, ya saya tidak tinggal diam,” tuturnya.
Dan dari pantauan di lokasi di jalan lintas Riau-Sumut dari Km 2 hingga KM 3, suara rekaman dari sarang walet yang tak jauh dari kediaman H Buyung itu pada sore hari, cukup memekik ditelinga. Terbayang suara tersebut terdengar olehnya saat malam hari, tentu sangat mengganggu istirahat.
Dan diduga, pajak sarang burung walet di kabupaten Rokan Hilir ini, khususnya di Bagan Sinembah belum diterapkan sebagaimana Peraturan daerah (Perda) kabupaten Rokan Hilir Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pajak Sarang Burung Walet. Padahal, ditengah defisit Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), pajak sarang burung walet itu bisa menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain sektor lainnya. (iloeng)
Jangan Lupa Tinggalkan Komentar dan Share Artikel Ini. Tks